Sedikit Tentang Candi Prambanan

 

Candi Prambanan atau lebih dikenal dengan sebutan Candi Rara Jonggrang, merupakan salah satu warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia yang bernilai tinggi di dunia internasional. Lebih-lebih Candi Prambanan sudah lama dikenal oleh bangsa lain, sehingga banyak mengundang wisatawan mancanegara untuk melihat lebih dekat. Mereka ingin melihat bentuk bangunan kuno yang memiliki nilai artistic tinggi. Mereka juga mengagumi relief dan ornament-ornamen yang dipahatkan pada kaki, tubuh, atap dan pagar langkan Candi Prambanan.

Selain Candi Prambanan yang sudah terkenal itu, Masih banyak candi-candi lain yang letaknya berserakan di tempat-tempat lain yang masih saling berdekatan. Sebagian candi ada yang masih utuh, sehingga masih dapat dipugar lagi seperti aslinya, tetapi ada pula yang tinggal fondasi atau tidak terlihat batas-batasnya lagi karena dimakan usia dan modernisasi kota.

Secara astronomis Candi Prambanan terletak pada 110º 29’ 23.53” bujur timur dan 07º 45’ 07.90” lintang selatan pada Meridian Jakarta: situs ini mempunyai ketinggian 154 m dari permukaan air laut. Situs Prambanan dahulu merupakan wilayah pemukiman penduduk yang padat, khususnya sebelah selatan, timur, dan utara, sedangkan di bagian barat merupakan areal persawahan yang membentang sepanjang sungai Opak. Semua wilayah itu dahulu masuk desa Karangasem, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sekarang tanah-tanah di sekitar Candi Prambanan sudah dibebaskan oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan, mencapai luas tidak kurang dari 20 hektar. Kini di areal tanah yang sudah dibebaskan itu telah dibangun gedung teater terbuka, gedung teater tertutup, perkantoran, gedung mesum purbakala, areal parker, cafeteria, mushola, toko-toko souvenir, pertamanan, jalan beraspal, parit-parit dan sarana lain yang menunjang dunia kepariwisataan. Selain itu juga terdapat tiga candi lain, yaitu Candi Lumbung, Bohrah, dan Sewu yang terletak di sebelah utara kompleks Candi Prambanan. Prambanan sebagai ibukota kecamatan memilki banyak bekas bangunan kuno, mungkin dahulu merupakan salah satu daerah yang subur, yang dijadikan salah satu pusat pemerintahan dan kebudayaan pada zaman Jawa kuno, kira-kira abad ke-8 sampai abad ke-10 Masehi. Dalam pengamatan sebagian besar candi yang ditemukan bersifat Hindu, seperti Candi Prambanan, tetapi ada pula yang bersifat Budha seperti Candi Sewu. Selain itu, di daerah perbukitan Gunung Seribu bagian utara (Siwa Plateu) terdapat pula gugusan candi yang kebanyakan bersifat Hindu, misalnya Candi Ijo, Candi Barong, dan Kraton Ratu Baka. Dari peninggalan-peninggalan kuno yang berupa candi dengan sifat-sifat keagamaan yang beraneka ragam, dan ditemukan dalam suatu wilayah yang tidak begitu luas, dapatlah diperoleh gambaran bahwa paling tidak pada awal abad ke-8 sampai akhir abad ke-10, masyarakat Jawa kuno sudah memiliki rasa toleransi beragama yang sangat besar.

Sifat-sifat musyawarah untuk mufakat dan kegotong-royongan waktu itu-yang masih melekat pada masyarakat saat ini- tentunya merupakan tradisi yang diturunkan dari nenek moyang. Sebagian besar candi-candi waktu ditemukan dalam keadaan rusak berat dan batu-batunya tersebar jauh dari tempat semula. Kerusakan-kerusakan candi pada zaman dahulu antara lain disebabkan oleh adanya bencana alam yang dahsyat, misalnya gunung meletus, banjir, dan gempa bumi. Terjadinya peperangan untuk merebut kekuasaan baik dilakukan oleh kalangan istana sendiri maupun raja-raja vassal yang menjadi taklukannya merupakan bencana yang sering kali terjadi, sehingga pusat-pusat pemerintahan kerajaan dan bangunan-bangunan suci seperti candi tidak luput dari amukan para pemberontak. Mengenai bencana alam telah terjadi pada akhir abad ke-10, yaitu dengan meletusnya gunung Merapi, sehingga pusat pemerintahan kerajaan, bangunan suci, pemukiman penduduk dan sawah lading disapu bersih oleh banjir lahar dan abu gunung api sedalam 6 meter di bawah permukaan tanah sekarang. Sebagai contoh ditemukannya Candi Sambisari dan Petirtaan Payak dengan kedalaman lebih dari 6 m. Selain itu terjadi pula pemindahan besar-besaran pusat pemerintahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang dilakukan oleh Empu Sendok pada akhir abad ke-10 M.

Di kompleks Candi Prambanan(Candi Rara Jonggrang) menurut masyarakat setempat dapat dijumpai adanya arca-arca dalam berbagai ukuran, baik yang masih dalam kondisi utuh maupun rusak. Arca-arca dewa tersebut pada zaman dahulu oleh para penganutnya (Agama Hindu) biasanya dipakai sebagai lambang dewa yang dipuja. Dalam suatu meditasi, arca dewa digunakan sebagai objek pertolongan untuk memusatkan pikiran, dan apabila pikiran telah terpusat, maka sampai tahap ini yang Nampak bukan lagi arca melainkan esensi (dewa) yang dipuja. Dari anggapan masyarakat luas yang belum mengetahui seluk-beluk meditasi, arca dewa biasanya dipakai sebagai media pemujaan, dengan cara mempersembahkan saji-sajian di hadapan arca dewa tersebut. Dalam hal ini arca dewa yang mempunyai kedudukan tinggi saja yang menjadi pusat perhatian pemujaan, sedangkan arca dewa yang tingkatnya lebih rendah biasanya dianggap sebagai dewa pelengkap (Pariwara) dalam sebuah “mandala”. Masing-masing dewa dan dewi mempunyai atribut sendiri-sendiri sebagai pengenal, yang membedakan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Benda-benda yang dipegang mempunyai arti simbolis, posisi tangan penuh arti dan setiap sikap menggambarkan suasana tertentu.

Tokoh dewa Hindu yang utama ialah Trimurti : Tri = tiga, Murti = badan. Trimurti secara harfiah berarti yang mempunyai badan tiga. Dengan demikian Trimurti bermakna menggambarkan tiga sifat kekuasaan kedewaan, yaitu pencipta, pemelihara, dan perusak. Sebagai tokoh pencipta diwujudkan dalam bentuk Dewa Brahma, sebagai tokoh pemelihara diwujudkan dalam bentuk Dewa Wisnu dan sebagai perusak diwujudkan Siwa, namun pada hakikatnya ketiga wujud itu adalah satu. Dalam perkembangan selanjutnya timbullah sekte-sekte yang mengutamakan pemujaan pada salah satu tokoh dewa, maka kemudian muncullah sekte Brahma, sekte Wisnu, sekte Siwa. Dari data arkeologi yang ada, sekte Siwa yang paling menonjol di Indonesia, maka tidaklah mengherankan bila banyak sekali ditemukan lingga di berbagai tempat. Khusus mengenai lingga ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah yang berbentuk segi empat melambangkan Dewa Brahma, bagian tengah yang berbentuk segi delapan melambangkan Dewa Wisnu dan bagian atas yang berbentuk bulat melambangkan Siwa.

Candi Rara Jonggrang yang ramping dengan gaya arsitektur yang indah mempunyai tiga bangunan candi utama pada halaman pusat, yaitu Candi Brahma dan Wisnu dengan Candi Siwa sebagai induknya. Bangunan candi yang lain seperti Candi Wahana, Candi Apit, Candi Kelir dan Candi Patok sebagai pendamping, sedangkan pada halaman dua dikelilingi oleh Candi-candi Perwara. Tokoh-tokoh arca dewa yang terdapat pada Candi Siwa adalah Mahadewa, Agastya (Siwa Mahaguru), Ganesa dan Durga Mahisasuramardini (Arca Rara Jonggrang). Selain arca tokoh dewa utama tersebut, terdapat arca dewa Mahakala, Nandiswara dan arca Dikpalaka atau Lokapala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPE-TIPE VOKAL DAN JANGKAUAN VOCAL(VOCAL RANGE) WANITA

Curhat : Ada Apa Dengan Yuri On Ice???

Antropologi : Sistem Religi